Selasa, 01 Februari 2011

Raih Master dari Usaha Jaket Kulit

Pekerjaan utamanya boleh sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), tapi bicara penghasilan utamanya ia lebih mengandalkan beberapa usaha yang dikelolanya sekarang ini.

Tedy Dirhamsyah, yang kini menjabat sebagai Kepala Sub Bidang Preferensi Pangan Masyarakat Kementerian Pertanian, tentu sangat sibuk. Namun begitu, ia tetap menyempatkan untuk mengelola usaha jaket kulit T-DY Leather dan supermarket Bursa Kampus di Purwokerto miliknya. Dua usaha inilah yang menjadi penghasilan utamanya dan telah menguliahkan adik-adiknya. Bahkan ia sendiri berhasil menyabet Master bidang Adminstrasi Publik dari Lembaha Administrasi Negara.

Jaket Kulit dengan brand T-DY Leather miliknya dimulai saat ia bekerja di Word Bank sebagai konsultan tahun 2001. Padahal di Purwokerto ia sudah memiliki usaha supermarket. Kini supermarket dikelola diserahkan pengelolaannya kepada teman-temannya. Baru, ketika ada acara di selenggarakn Worl Bank, secara tidak sengaja, ada orang yang mencari jaket kulit. Penawaran harga cukup tinggi, tentu itu membuat insting bisnisnya jalan. Maka, ia pun menyanggupi untuk memenuhi permintaan tersebut.

Maka dengan hanya bermodal 575 ribu untuk pemesanan satu jaket saja, Tedy mencarikan jaket kulit sesuai dengan permintaan tersebut. Walhasil, setelah itu permintaan semakin banyak. Pelanggannya pun tidak hanya datang dari dalam negeri tetapi juga dari luar negeri. Tedy sendiri mengaku pernah dicari orang dari Italia dan Belanda ketika masih tinggal di Mampang.

Dengan makin banyaknya permintaan,ia kemudian membuka toko jaket kulitnya di Mangga Besar tahun 2003. Sementara Toko di Pasar Minggu baru dibuka setelah dirinya menjadi PNS tahun 2005.

Waktu membuka di Mangga Besar, itu ia menyewa kios 2 x 2 dengan modal sendiri. Namun di luar dugaan, semula break even point-nya diprediksi bisa balik setelah satu tahun, tapi dalam kurun waktu hanya empat bulan modalnya sudah balik. “Saya tahu persis setelah empat bulan bisa break even poin dan saya bisa beli kendaraan,” kata jebolan Jurusan Pertanian Univesitas Jendral Sudirman, Purwokerto ini.

Pertama kali membuka tokonya di Mangga Besar, Tedy mengaku semua display barang bukan miliknya tapi milik pengrajin di Garut dan Tasikmalaya. Waktu itu dia hanya modal kios, etalase, meja, dan seorang pegawai. Barang-barang dari kulit mulai dari jaket, ikat pinggang dan dompet semua barang pinjaman. Tapi sekarang, semua barang-barang, mulai dari mesin jahit, beberapa display jaket adalah miliknya. Karena itu, Tedy merasa terbantu dengan jaringan pengrajin jaket kulit tersebut di awal-awal usahanya.

Selain memberdayakan pengrajin di Garut dan Tasikmalaya, Tedy juga membuat sendiri jaket kulitnya tapi hanya untuk pesanan khusus. Misalnya, pelanggannya butuh waktu cepat. Karena spesial, tentu harganya juga berbeda. Untuk soal kualitas produk, Tedy memberikan jaminan 100 persen bahwa produknya asli. Jika ada kualitas jaket kulitnya tidak sesuai, maka akan dibalikkan kepada pengrajinnya. Di samping melayani pesanan spesial, Tedy juga melayani servis jaket kulit. Mulai dari perbaikan resleting, tangan, kerah, dan apapun kerusakannya. Dari jasa servis itu pulalah, ia bisa menggaji paman yang membantunya dan istrinya. Bahkan ia sendiri mendapat gaji dari usaha jaket kulitnya tersebut.

Sebelum membuka toko di Mangga Besar, dari tahun 2001-2002 Tedy mempromosikan jaketnya hanya dari mulut ke mulut. Tidak hanya itu, jika ia pergi kemanapun selalu membawa jaket kulit di tasnya serta alat ukur. Bahkan sekarang pun ia masih melakukannya.

Menurut Ketua Senat Unsoed ini, banyak orang yang membeli jaket kulitnya karena ia cukup lihai menggambarkan kualitas kulit domba, sapi dan kambing dari jaket produksinya tersebut. Setelah itu, tawaran pun dilayangkan kepada calon konsumennya. Jika tertarik, maka ia akan langsung mengukur dengan alat ukurnya itu.

Jaket kulit T-DY semakin disukai dan tersebar di Di Indonesia bahkan di beberapa negara di luar negeri. Di dalam negeri, pesanan jaket kulitnya banyak datang dari beberapa instansi pemerintah dan perusahaan BUMN. Sebut saja, Pertamina, Telkom, Adhi Karya, DPR RI, dan Kepolisian. Saat mulai membuka usaha jaket kulitnya yang ada dalam pikirannya tidak muluk-muluk, yakni bagaimana caranya biaya kontrakan rumahnya terbayar. “Alhamdulilah kontrakan saya bisa ditutupi dari jaket kulit bahkan lebih dari itu,” pungkasnya.

Ketika membuka toko di Mangga Besar tahun 2003, maka tahun itu pula ia diterima sebagai PNS di Kementerian Pertanian. Maka saat itu, ia juga berhenti menjadi konsultan di Bank Dunia dan fokus bekerja sebagai abdi negara. Sementara toko jaketnya dikelola oleh istrinya.

Menjadi PNS di lingkungan Kementerian Pertanian merupakan pilihan pengabdiannya kepada masyarakat dan bangsa. Saat ini, menurutnya, roda ekonomi nasional dan daerah penggerak utamanya dari APBN. Karena pengelolaan anggarannya harus dikelola dengan baik dan oleh orang-orang terbaik. “Saya ingin mencoba menjadi pegawai yang baik dan jujur,” kata Sekretaris Jendral Perhimpunan Sarjana Pertanian Indonesia (PISPI) ini.

Ia menambahkan, jika tidak didukung sumber ekonomi lain dan mengandalkan gaji PNS, maka kecenderungan untuk korupsi itu selalu ada. Apalagi sekarang ini, tuntutan hidup di DKI sangat tinggi. Jika kebutuhan minimum tidak bisa terpenuhi oleh seorang pegawai, kecenderungan ia mencari kerja sampingan, bolos, mencari pekerjaan di luar itu ada. Dengan adanya usahanya sekarang ini, hal tersebut akan menjaganya untuk tetap idealis yang sudah ditanamkannya sejak menjadi aktifis senat zaman kuliah dulu.

Jika bagi banyak orang menjalankan dua kuadran, menjadi PNS dan berwirausaha banyak menemukan kesulitan, tapi bagi Tedy tidak. Menurutnya, pekerjaan yang dijalaninya sekarang masih belum menguras pikirannya. Dia membandingkan dirinya kesibukan orang yang memiliki banyak perusahaan sementara dirinya hanya menjadi PNS dan menjalankan usaha jaket kulit dan supermarket di Purwokerto. “Jadi jika ada prinsip: berikan pekerjaan kepada orang yang sibuk itu betul. Itu hanya manajemen waktu saja,” paparnya.

Misalnya, untuk memikirkan pengembangan usaha jaket kulitnya ia selalu gunakan waktu malam hari bersama istri. Sedangkan untuk usaha supermarket di Purwokerto ia sempatkan 3-4 bulan untuk rapat bagaimana mengembangkan usaha ini selain supermarket.Dalam melakoni hidupnya itu, Tedy selalu disiplin, komitmen waktu dan jujur. Jika membuat janji harus ditepati.

Jika usaha jaket kulit dan supermarketnya hingga saat ini masih belum mendapatkan banyak kendala. Berbeda dengan usaha Agribisnis yang pernah dijalaninya mengalami kebangkrutan. Tidak tanggung-tanggung hampir satu milyar habis. Tedy pernah membuka usaha pembenihan kedelai, cabe merah, jagung manis, dan kacang panjang. Tanaman kedelainya seluas 120 hektar dan cabe 2 hektar lenyap tak berbekas.

Di tengah kesibukannya sebagai PNS, setiap hari Sabtu dan Minggu Tedy masih menyempatkan diri untuk menjaga tokonya. Saat itulah ia memberikan pengertian kepada penjaga dan berusaha dekat dengan konsumen. Kalau ada konsumen hari minggu ia mencoba bikin kancing, bolongin jaket, mengukur dan menggambar pola jaket.

Apa yang dicapainya sekarang, menjadi PNS tapi tetap berwirausaha tidak lepas dari tempaan pengalamannya sejak kecil. Bisa dikatakan, jiwa dagang telah bersemi sejak duduk di bangku sekolah dasar. Waktu itu, umurnya masih delapan tahun tapi ia sudah berjualan buah dan pisang goreng keliling kampung. Dan semua itu dilakukannya agar ia bisa sekolah.

Selain karena tuntutan keadaan, jiwa dagangnya dititiskan dari ibunya. Sang ibu memiliki kredit usaha kredit kecil-kecilan, seperti dan kebutuhan rumah tangga lainnya.Dengan melihat ibunya jualan jiwa dagangnya mulai tumbuh. “Karena kalau tidak dagang, saya tidak mungkin sekolah kerena saya dari keluarga tidak punya,” katanya.

Untuk bisa melanjutkan sekolah ke jenjang SMP dan SMA waktu itu baginya adalah mimpi. Penyebabnya tidak lain karena faktor ekonomi. Apalagi waktu ingin melanjutkan ke SMA, bapaknya menyuruhnya untuk menjadi penjahit. Tapi ibunya tidak mengizinkan. Makanya ketika masuk SMA, ia mulai jualan kaos dan tas. Akhirnya, ia berhasil lulus SMA.

Setelah lulus SMA Tedy terus menancapkan keinginannya untuk kuliah. Ia pun ikut Proses Penjaringan Siswa Berprestasi (PSB) kini PMDK. Gayung berrsambut, tawaran datang dari beberapa perguruan tinggi, seperti IPB, UGM, Undip dan Unsoed. Tapi akhirnya ia memilih Unsoed, Purwekerto jurusan Pertanian karena dinilainya paling murah.

Di bangku kuliah, untuk menutupi kebutuhannya, Tedy juga berdagang, mulai dari kaos hingga jaket angkatan. Jika seorang dosen menyuruh untuk memfotocppy buku, maka dialah orang pertama yang maju untuk memfotocopy dan menjualnya kepada teman-teman. “Kalau tidak begitu, saya tidak bisa membiayai kuliah saya,” paparnya.

Kini persaingan bisnis yang semakin ketat. Menurut Tedy, tantangan yang dihadapinya sekarang ini adalah mempertahankan kualitas dengan harga yang sama. Apalagi harga kulit dan bahan kimia cenderung naik. Sebab, kalau ada perubahan sedikit harga akan mempengaruhi konsumen kelas menengah ke bawah yang memang menjadi segmen pasarnya. Untuk menaikkan harga jaket tidak mungkin tetapi ia mengurangi margin keuntungan.

Tantangan lain adalah bersaing dengan jaket kulit sintetis dari China dan Jepang. Barangnya sangat mirip padahal bukan kulit. Banyak orang menjual jaket kulit ini dengan harganya 250-350 ribu. “Tantangannya adalah memberikan pendidikan kepada konsumen mana kulit asli dan yang tidak asli,” katanya.

Jika bicara penjualan, menurut Tedy tidak banyak. Dalam sebeluan hanya 50-60 jaket yang terjual dengan omzet 80 jutaan.Harga jaketnya pun bervariasi mulai Rp 400-800 ribu. Itu untuk pembelian satuan. Lain lagi untuk pesanan dari perusahaan, bisanya mereka pesan 30-40 jaket. Toko jaketnya sendiri lebih banyak melayani perusahaan.

Tedy sendiri masih memimpikan banyak orang yang megembangkan usaha dan menumbuhkan kewirausahaan, khususnya di kalangan pemuda. Karena itu, ia sendiri banyak memberdayakan tukang ojek, kondektur, sopir untuk menjadi karyawannya walaupun mendidiknya agak lama. Kini tak kurang dari 17 orang telah menjadi karyawannya. Jika bicara kesejahteraan mereka, gajinya melebihi UMR. “Mungkin sama dengan gaji pegawai negeri golongan III,” katanya.

sumber : kompasiana.com

0 comments:

Posting Komentar