Kamis, 30 Juni 2011

Salman Dianda Anwar (Mantan Sekjen ISMPI 93-95) Mendapat Gelar dari Keraton Surakarta


Terima Gelar : Salman Dianda Anwar (kanan) saat menerima gelar 

dari Keraton Surakarta, Sabtu 25 Juni 2011



SOLO -- Raja Keraton Surakarta Hadiningrat, Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan (SISKS) Pakubuwono XIII Hangabehi, memberikan gelar khusus Salman Dianda Anwar, salah seorang putra kelahiran Mandar Sulawesi Barat. Salman yang merupakan Ketua Umum Pengurus Daerah Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (Kagama) Sulawesi Barat ini, mendapat gelar kepangkatan dan sesabatan Kanjeng Raden Aryo Tumenggung (KRAT) Salman Suryo Hadinegoro. Salman Suryo Hadinegoro berarti penerang dan pemimpin negara. Keraton Surakarta berharap Salman menjadi pemimpin bagai matahari yang menyinari dan memberi kehidupan serta mampu membimbing negara.

"Setelah mendapat gelar ini mereka diharapkan tidak menjadi orang yang sombong. Penerima gelar harus rendah hati dan bersahabat," kata Kanjeng Pangeran (KP) Winarnokusumo, salah seorang keluarga dekat Raja Surakarta di Keraton Surakarta, Sabtu 25 Juni.

Tahun ini ada sekitar 300 orang yang diberi gelar yang sebagian merupakan pejabat daerah dan nasional. Pejabat yang mendapat gelar itu diantaranya adalah Gubernur Lampung, Gubernur Sulawesi Utara, dan Walikota Singkawang. "Tapi kami tidak melantik jabatan, tapi pribadi seseorang. Mereka dianggap senantiasa mengabdi tidak hanya kepada keraton tapi bangsa dan negara," jelasnya.

Pemberian gelar yang dilaksanakan setiap 25 Rajab (penanggalan Jawa) diadakan untuk memperingati naik tahta Raja Kasunan Surakarta Hadiningrat, Sri Susuhunan Pakubuwono XIII. Tahun ini adalah tahun yang ketujuh. "Untuk memperingati kenaikan tahta ini dilaksanakan acara pemberian gelar kebangsawanan, kekerabatan, dan kenaikan pangkat abdi dalam yang diberi nama Tinggalan Jumenengan," ujar KP Winarnokusumo.

Pada 25 Rajab 1944 atau 27 Juni 2011, semua yang diberi gelar mendapat kesempatan untuk bertemu Raja di pendopo keraton. Pemberian gelar pangkat untuk Salman Dianda Anwar digelar di Bangsal Semorokoto di dalam kompleks keraton.

KP Winarnokusumo menjelaskan tidak semua orang berhak atas gelar tersebut. Menurutnya, cukup banyak yang berambisi mendapat gelar tapi selalu saja mendapat halangan. Sebaliknya ada yang tidak ambisi justru mendapat kemudahan.

"Pemberian gelar ini kalau dikejar nda bisa, kalau dihalangin juga nda bisa. Kalau sudah saatnya pasti diberikan. Ini ada kaitannya dengan semacam wahyu. Kalau mereka ambisi ada-ada saja penghalangnya," jelasnya.

Banjir Pujian

Sejumlah tokoh nasional yang menjabat kerabat dekat Salman Dianda Anwar ikut memberi ucapan selamat. Salah satunya datang dari Wakil Ketua DPR RI, Priyo Budi Santoso.

"Saya mengucapkan selamat kepada adinda Salman. Sejak di kampus saya mengenalnya sebagai sosok yang cekatan, aktif, cerdas, dan penuh ide. Semoga anugerah ini menambah semangat pengabdian untuk masyarakat, kebesaran bangsa dan negara," kata Priyo yang saat ini berada di Mekkah, Saudi Arabia.

Rektor Universitas Paramadina, Anies Baswedan juga ikut memberi pujian. "Salman adalah figur pemberani, cerdas, tangguh, ulet, loyal pada ide2nya dan konsisten dalam berjuang," kata Pendiri dan Ketua Yayasan Indonesia Mengajar (YIM).

Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah, Velix Wanggai, mengungkapkan, Salman Dianda Anwar adalah sosok muda yang penuh inspiratif bagi perjuangan mengisi pembangunan.

Ketika kuliah, kata Velix, jiwa perjuangan untuk mengoreksi kebijakan pemerintah telah tampak. Hak-hak sipil diperjuangkan di era yang sentralistik. Kini, di era reformasi dan sejalan dengan perjalanan hidup, Salman tetap konsisten memperjuangkan ide-ide segar dan juga turun langsung melangkah membangun, terutama di daerahnya.

"Prinsipnya, daerah yang berkembang adalah fondasi bagi hadirnya negara yang maju. Insya Allah, dengan anugerah gelar Kanjeng Raden Aryo Tumenggung (KRAT) Salman Suryo Hadinegoro. Saudaraku Salman akan semakin inspiratif dalam mengabdi bagi kemuliaan bangsa dan negara dewasa ini dan masa yang akan datang," jelas Velix.

Dekan Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor (IPB) Arif Satria, menyatakan, Salman adalah tokoh muda yang menyejarah dalam membangun kekuatan mahasiswa pertanian Indonesia. Salman dikenal selalu membangun persahabatan dan mendukung kawan-kawannya untuk terus maju.

Ketua Umum Perhimpunan Sarjana Pertanian Indonesia (PISPI) ini juga mengungkapkan, Salman selalu menjadi sumbu as yang menyatukan dan membangun sinergi para aktivis dan mantan aktivis. "Inilah sebenarnya ciri pemimpin sejati," ujar Arif. 

Fajar News Online

Senin, 20 Juni 2011

ISMPI dan FKMPI di Acara AEE 2011 Universitas Brawijaya

Dalam kegiatan ini terdiri dari simposium dan seminar lokal yang dilaksanakan pada 11-12 Juni 2011 yang diadakan oleh Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian Universitas Brawijaya. Kegiatan  simposium  yang  bertemakan  “Pergerakan  Mahasiswa Agrokomplek  dalam Merumuskan  Pertanian  Indonesia”  merupakan  suatu kegiatan  diskusi  yang  dilaksanakan  oleh  perwakilan  undangan  dari  setiap  Induk Organisasi Mahasiswa Nasional Sejenis (IOMS) yang berbasis agrokomplek yang tergabung dalam FKMPI (Forum Kajian Mahasiswa Pertanian Indonesia).

Kegiatan ini dilaksanakan di Gedung  PPI  Universitas  Brawijaya Malang.  Setiap  IOMS membuat  makalah yang  nantinya  akan  didiskusikan  dalam  komisi  –  komisi  yang  telah  dibagi. Komisi I membahas tentang “Ketahanan Pangan”, komisi II membahas  tentang  “Sosial  Ekonomi  Pertanian”,  komisi  III  tentang  “Teknologi Pertanian dan Agroindustri”  dan  komisi  IV membahas  tentang  “Pengembangan Budidaya Pertanian”. Hasil diskusi dari masing - masing komisi dalam dirapat paripurnakan, hasil dari rapat paripurna tersebut akan dibuat menjadi rumusan pemikiran dan pandangan mahasiswa mengenai pertanian di Indonesia. 

Kegiatan  aksi  turun  ke  petani  merupakan  suatu  kegiatan  yang mengajak  secara  langsung mahasiswa  terjun menghadapi masalah yang ada di kalangan petani. Kegiatan  ini dilaksanakan  di Dsn. Mendek,  Dsa.  Sri  Gading,  Kec.  Lawang. Disini  mahasiswa akan  menyelesaikan  permasalahan  yang  ada  di  dusun  tersebut.  Salah  satu permasalahan  yang  akan  coba  diseselsaikan  adalah  masalah  kesulitan  air  yang dialami penduduk dusun  tersebut saat masa kemarau. Pada saat kemarau warga dusun Mendek  guna  mencukupi  air  harus  naik  turun  bukit  hal  ini  dikarebakan sumber  mata  air  yang  dapat  mencukupi  kebutuhan  sehari -hari  saat  musim kemarau  ketinngiannya  terletak  150 m  dibawah  dusun.  Kegiatan  lain  yang  juga  dilaksanakan adalah sharing  dengan  para petani yang ada di  daerah  tersebut mengenai masalah - masalah yang  timbul di  lapangan.

Sabtu, 18 Juni 2011

FKMPI Menghadiri Petisi Kedaulatan Pangan Rakyat Indonesia



SEMARANG. Setelah sebelumnya digelar di berbagai wilayah di Indonesia, Petisi Kedaulatan Pangan Rakyat Indonesia (PKPRI) kembali dilaksanakan di Semarang, Jawa Tengah, Kamis lalu (16/06). Kegiatan yang tepatnya dilaksanakan di Gedung Graha Pena Jawa Pos ini diprakarsai oleh Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Serikat Petani Indonesia (SPI) Jawa Tengah dan menghadirkan elemen gerakan masyarakat sipil, mahasiswa, akademisi, hingga pedagang kaki lima.

Sumaeri, Ketua Badan Pelaksana Wilayah (BPW) SPI Jawa Tengah menyebutkan bahwa kerugian yang dialami oleh petani di lereng gunung terutama di daerah Jawa Tengah semakin meningkat seiring meningkatnya kebutuhan sosial budaya, tatanan politik semakin menjengkelkan, APBN/APBD dihambur-hamburkan oleh elit politik, sedangkan rakyat semakin miskin. Di negeri yang gemah ripah loh jinawi ini terjadi tetesan air mata di mana-mana, hal itu terjadi karena struktur negara yang salah fungsi.

“Kalau kita melihat tragedi 1998, itu terjadi karena bobroknya moral dalam segala bidang dan karena adanya perdagangan internasional yang dilakukan oleh elit politik untuk kepentingan pribadi yang mengakibatkan munculnya Korupsi-Kolusi-Nepotisme di segala aspek kehidupan. Rakyat semakin miskin sehingga sulit untuk melakukan kedaulatan”, ungkap Sumaeri.


Sementara itu, Henry Saragih, Ketua Umum SPI yang juga hadir dalam acara ini menyampaikan bahwa selama 13 tahun era reformasi di Indonesia, ketidakberdayaan yang dialami oleh petani semakin meningkat. Petani kecil mengalami kerugiaan yang menjulang tinggi akibat adanya perdagangan yang tidak berdaulat. Indonesia masih menjadi negara pengekspor barang mentah sedangkan negara ini kaya raya akan hasil bumi dan harus rela mengekspor, mirisnya rakyat sendiri tidak mampu membeli harga bahan mentah tersebut. Angka kemiskinan di Indonesia membengkak menjadi 32 juta jiwa, dan itu belum termasuk masyarakat yang hampir miskin.


“Oleh karena itu rakyat Indonesia harus bangkit dari keterpurukan. Negara Indonesia yang kaya raya akan hasil bumi ini harus bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan petani (baca: rakyat), bukan untuk perusahaan-perusahaan besar, apalagi perusahaan asing,” papar Henry.


“Melalui Petisi Kedaulatan Pangan Rakyat Indonesia ini, mari kita konsolidasikan kembali kekuatan rakyat dan mengajak setiap orang untuk bersama-sama menyelesaikan masalah-masalah di negara tercinta ini. Insya Allah, pada 24 September nanti seluruh wilayah di Indonesia telah selesai ikut menandatangai dan mendeklarasikan petisi ini” tambah Henry.


Hadir juga dalam acara ini perwakilan dari WALHI (Wahana Lingkungan Hidup), FPPI (Front Perjuangan Pemuda Indonesia) Semarang dan Yogyakarta, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), LPPNU (Lembaga Pengembangan dan Penelitian Nahdhatul Ulama), FKMPI (Forum Komunikasi Mahasiswa Pertanian Indonesia), mahasiswa (UNSOED, UMS,), Omah Tani Semarang, perwakilan buruh dan nelayan, GP Anshor, Koalisi Perempuan Indonesia, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), dan perwakilan media setempat.


Acara petisi ini juga menghadirkan jajanan pasar yang serba tradisional seperti: arem-arem, lemper, nagasari, kacang tanah, dan pisang rebus. Hal ini sesuai dengan budaya petani yang memanfaatkan bungkus daun pisang yang lebih ramah lingkungan karena bisa didaur ulang bahkan bisa dijadikan pupuk organik.