#Pray4Karawang
Karawang,
kota pangkal perjuangan. Di tahun 1945 dengan sejarah rengasdengkloknya, dengan
sejarah perjuangannya yang diabadikan dalam sajak chairil Anwar, “Antara
Karawang – Bekasi”. Kali ini letupan perjuangan pun kembali muncul, bukan
perjuangan melawan penjajah, bukan perjuangan melawan bangsa asing, tetapi
perjuangan melawan bangsa sendiri, perjuangan melawan ketidakadilan, perjuangan
mempertahankan tanah milik sendiri.
Seluas
350 ha lahan di Karawang menjadi penyebab meletusnya konflik agraria antara
masyarakat dengan PT. SAMP hingga hari ini. Berawal pada tahun 1974 ketika
lahan milik masyarakat disewakan kepada PT. DASA BAGJA melalui kepala desa yang
menjadi perwakilannya. Menurut data yang kami dapatkan dari SEPETAK (Serikat
Petani Karawang) pada tahun 1986 secara diam diam PT. DASA BAGJA yang tidak
memiliki hak milik mengoveralihkan lahan tersebut kepada PT. MAKMUR JAYA UTAMA.
Kemudian, di tahun 1990 lahan ini kembali dipindah tangan kepada PT. SUMBER AIR
MAS PRATAMA (SAMP). Masyarakat tidak dilibatkan dalam panjangnya perpindahan
tangan hak atas lahan ini.
Lebih
dari 50 tahun, masyarakat telah menggarap lahan ini. Masyarakat pernah
menanyakan Girik Tanah mereka di tahun 1977, namun keterangan yg diberikan oleh
kepala desa setempat bahwa Girik tanah akan diurus. Selama menunggu Girik tanah,
rakyat dipersilahkan untuk tetap menggarap tanah masing-masing. Rakyat pun
tetap membayar pajak pada negara selayaknya kewajiban seorang pemilik tanah.
Sayangnya, sampai hari ini Girik tidak pernah ada.Saat ini, PT. SAMP yang sudah
diakuisisi oleh PT. Agung
Podomoro Land telah memenangkan sengketa atas lahan tersebut dalam peradilan.
Senin, 23 Juni 2014, aparat brimob menurunkan
pasukannya hampir 7000 orang untuk melakukan ekskusi lahan. Keesokan harinya, masa aksi solidaritas dari petani
korban, buruh,
LSM dan ormas menyatakan diri
untuk menolak atas eksekusi tersebut. Kurang dari 2 jam, brimob mampu mematahkan barisan untuk
mundur. Di lahan ekskusi, tepatnya di kampung Kiarajaya dan jalan konsorium
warga sudah membuat blockade untuk menghadang pasukan brimob masuk ke lahan
ekskusi. Blokade dengan mudah dipukul mundur oleh aparat. Masyarakat
diperingatkan untuk membubarkan barisan, namun tetap duduk bertahan di lahan
ekskusi. Sekitar 3 menit setelah hitungan peringatan aparat, mobil water canon
menyerang masyarakat yang bertahan duduk di lahan tersebut, dilanjutkan oleh
pasukan hura – hara yang menginjak – injak masyarakat yang tetap bersikukuh
duduk dilahan itu. Pasca
penyerangan dengan menggunakan water canon masyarakat pun dipukul mundur dan
kembali dikejar dengan majunya pasukan kepolisian.
Tidak adanya keadlian yang didapatkan oleh masyarakat di
peradilan ditambah perlakuan semena – mena aparat dalam
mengekskusi lahan. Pelanggaran HAM kepada petani kembali terjadi. Ketika petani
ingin mengolah lahan dan menjadi penopang ketahanan pangan nasional, haknya
akan tanah direbut dengan keras. Peran pemerintah tidak lagi terasa di
masyarakat, tanah lagi lagi diperuntukan bagi korporasi.
Ibarat
sebuah film yang
sering diputar tayang, dan kali ini adalah putar tayang yang kesekian kalinya,
berita tentang konflik agraria terus berulang. Hingga kami bosan, karena tak
juga ada penyelesaian atas ribuan konflik yang terjadi. Namun masih ada
pengikut seluruh cerita ini dengan terus menanti ujung kisah dengan kabar
bahagia. Karena kami yang akan merubah kisah tersebut, menjadi kisah yang
berakhir bahagia, akhir yang membumikan kedaulatan petani, bakti kami mahasiswa
pertanian Indonesia untuk bumi pertiwi dan kemerdekaan sejati.
Melihat
kondisi ini, kami menuntut perhatian pemerintah kepada kesejahteraan petani.
Aparat negara seharusnya menjamin keamanan dan menjadi pelindung masyarakat,
bukan menjadi sosok yang terus mengkriminalisasi petani. Lahan untuk rakyat
harus menjadi prioritas utama, bukan lagi kapitalisasi lahan yang terjadi.
Petani harus berdaulat untuk bisa mengolah lahannya sendiri dengan tenang.
Berikut
tuntutan kami Forum Komunikasi Mahasiswa Pertanian Indonesia
1. STOP
Kriminalisasi Petani
2. Bumikan
Kedaulatan Petani.
3. Usut
Tuntas Kasus-kasus Agraria yang Terjadi di Seluruh Indonesia, Terutama Konflik
Agraria Karawang
4. Entaskan
Mafia Tanah dari Bumi Tanah Air Pertiwi
5. Kembalikan
Tanah untuk Petani, bukan untuk Korporasi
6. Menuntut
Janji Presiden atas Penegakkan Reforma Agraria
7. Copot
Kapolda Jabar dan Kapolres Karawang atas pelanggaran HAM terhadap Petani
Karawang
Forum
Komunikasi Mahasiswa Pertanian Indonesia (FKMPI) yang terdiri dari Ikatan Senat
Mahasiswa Pertanian Indonesia (ISMPI), Perhimpunan Organisasi Profesi Mahasiswa
Sosial Ekonomi Pertanian Indonesia (POPMASEPI) dan Forum Komunikasi dan
Kerjasama Himpunan Mahasiswa Agronomi Indonesia (FKK HIMAGRI).