Kamis, 17 Maret 2011

Dua Tantangan Hadang Pengembangan Tanaman Biotek


Kementerian Pertanian (Kementan) menggaris bawahi setidaknya terdapat dua tantangan besar yang harus dicarikan solusinya oleh para pemangku kepentingan yang langsung terlibat dalam pengembangan tanaman biotek /rekayasa genetika atau Genetically modified or.


Kementerian Pertanian (Kementan) menggarisbawahi setidaknya terdapat dua tantangan besar yang harus dicarikan solusinya oleh para pemangku kepentingan yang langsung terlibat dalam pengembangan tanaman biotek /rekayasa genetika atau Genetically modified organism (Gmo).

Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurhti mengatakan, pemerintah menyodorkan dua tantangan besar dalam pengembangan tanaman biotek di Tanah Air. Pertama, proses transformasi sistem pertanian tidak menggantungkan pada beberapa perusahaan atau beberapa negara. Menurutnya, saat ini adopsi teknologi yang diterapkan masih dalam skala kecil.

"Namun, apabila dibutuhkan dalam skala besar, maka kita harus mengimpornya.Itu pilihan yang harus kita buat dan bagaimana caranya untuk mempercepatnya," terang Bayu di Jakarta, Selasa (15/3/2011) 

Tantangan kedua, sambung Bayu, berkenaan dengan keamanaan dan perlindungan kepada para petani juga terhadap perusahaan yang mengeluarkan benihnya. Merujuk pengalaman masa lalu, produk trangenik tidak luput dari ancaman pemalsuan bibit. Tindak pemalsuan bibit itu telah merugikan para petani dalam hal produksi. "Pihak perusahaan juga dirugikan karena barangnya dipalsukan orang lain," jelasnya.

Meski begitu, menurut dia, prinsipnya pemerintah menyambut positif terhadap pengembangan tanaman biotek di Tanah Air. Pasalnya, selama ini Indonesia sudah mengimpor hasil produksi tanaman biotek itu sepertihalnya jagung dan kedelai. "Kira-kira sekitar 80-90 persen kedelai yang kita impor itu Gmo, sudah beberapa negara yang sudah menggunakan benih Gmo, bahkan Eropa yang selama ini menentang penggunaan Gmo tapi beberapa negara sudah memanfaatkan teknologi ini," ujarnya.

Bayu menjelaskan, sebetulnya Indonesia sudah mengimplementasikan sistem teknologi pada gula dan jagung melalui hibridanya. Namun, untuk padi belum sampai mengadopsi sistem transgenik. Menurutnya, Indonesia membutuhkan terobosan teknologi baru. Sejak dirintis revolusi hijau seperti penggunaan benih, pupuk pada dekade 1970-an, praktis beluma ada terobosan teknologi pertanian baru. "Misalnya di Argentia, 100% pangannya sudah menggunakan teknologi Gmo," terang Bayu.

Ketua Dewan International Service for the Acquisition of Agri-biotech Applications (ISAAA) Clive James mengatakan, hingga kini 29 negara telah mengadopsi teknologi pertanian Gmo itu. Setidaknya 10 negara industri besar Amerika Serikat , Kanada, Australia dan Cina telah menerapkannya. Sementara, 10 negara lainnya merupakan negara berkembang, di antaranya Brazil, India, Argentina, Paraguay dan Afrika Selatan. Mereka menggunakan tanaman biotek untuk mendongkrak hasil tanamannya.


Sumber: kbrbsns

PADI BERVITAMIN A SEGERA DITANAM DI INDONESIA


Masyarakat Indonesia akan diberikan pilihan baru dalam hal mengonsumsi beras. Nantinya, tidak hanya memenuhi unsur karbohidrat, varietas benih padi juga dapat disisipkan pro vitamin A.


Masyarakat Indonesia akan diberikan pilihan baru dalam hal mengonsumsi beras. Nantinya, tidak hanya memenuhi unsur karbohidrat, varietas benih padi juga dapat disisipkan pro vitamin A. Paling tidak jenis tanaman biotek (rekayasa genetika) atau Genetically modified organism (Gmo)> itu sudah dapat dikomersialisasi pada 2014-2015 mendatang.

Adapun varieties padi tanaman biotek itu bernama golden rice ditemukan oleh lembaga peneltian padi internasional (IRRI) di Los Banos, Philipina.



Ketua Dewan International Service for the Acquisition of Agri-biotech Applications (ISAAA), Clive James, mengatakan, saat ini golden rice masih berupa gen. Tampilannya berwarna kuning jingga karena mengandung beta –karotena (pro vitamin A) atau dapat saja digabungkan dengan varietias tanaman padi yang ada di Tanah Air, misalnya Ciherang. Dengan begitu, tampilannya bisa tetap berwarna putih.

"Varietas tanaman biotek itu dapat menjadi alternatif bagi pemerintah untuk meningkatkan produktifitas hasil tanam sekaligus memperbaiki kandungan nutrisi padi yakni menambah pro vitamin A. Tidak dikonsumsinya buah atau sayur mayur mengandung vitamin A yang hilang akan tergantikan," terangnya.

Menurutnya, dalam kurun waktu 15 tahun setelah komersialisasi, akumulasi tanaman biotek melebihi 1 miliar hectare (ha) pada tahun lalu. Tidak hanya diadopsi oleh Amerika Serikat (AS), tanaman biotek juga ditanam 15,4 juta petani di 29 negara. Brazil, Paraguay, Afrika Selatan, Cina, Pakistan hingga Mynamar berhasil merevolusi sistem pertaniannya melalui adopsi tanaman biotek.

Dalam praktiknya penerapan tanaman biotek dinegara-negara berkembang itu, sambung Clive, merupakan petani miskin sumberdaya rendah dan berskala kecil . Pengembangan gen golden rice mampu menekan populasi manusia yang kekurangan vitamin A. "Selanjutnya kita berharap, Bangladesh, Vietnam dan Indonesia juga mengikutinya," terangnya.

Namun, Clive menambahkan, sebelum dipasarkan ke Indonesia, varietas padi hasil tanaman biotek itu tetap diteliti terlebih dahulu oleh Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetika. Kajian itu disadari untuk diteliti lebih komprehensif apakah memenuhi standar keamanan pangan yang berlaku yang ditetapkan pemerintah Indonesia.

Meski begitu, Direktur Southeast Asian Regional Centre for Tropical Biology (SAMEO BIOTROP) Bambang Purwantara mengatakan, komersialisasi tanaman biotek di Tanah Air khususnya golden rice sangat bergantung pada aksebilitas semua pemangku kepentingan,baik pemerintah selaku regulator maupun dunia usaha. Karena itu, kesinambungan sosialisasi dan edukasi mengenai tanaman biotek menjadi fokus institusinya.

 Sumber : KBC

Jumat, 11 Maret 2011

Investasi Buah Jabon


Pilihan investasi sektor kehutanan belum banyak dilirik oleh masyarakat luas. Termasuk investasi menanam pohon jabon. Padahal jika ditekuni, hasil investasi jabon ini tak kalah menggiurkan.

Pilihan investasi sektor kehutanan belum banyak dilirik oleh masyarakat luas. Termasuk investasi menanam pohon jabon. Padahal jika ditekuni, hasil investasi jabon ini tak kalah menggiurkan.

Istilah Jabon mulai familiar dikalangan masyarakat beberapa tahun terakhir. Kepopuleran jabon seakan menenggelamkan pohon sengon yang sebelumnya sudah banyak dikembangkan.



Jabon sering diplesetkan dengan istilah 'jati bonsor' (jabon) yaitu jenis pohon yang mirip jati dengan kemampuan tumbuh yang sangat cepat. Sehingga tak heran jenis pohon ini cocok sebagai pohon yang kayunya bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku industri kayu seperti plywood maupun industri pulp maupun kertas.

Kemasyuran pohon jabon sebagai salah satu pohon yang bernilai ekonomis tinggi, juga telah diakui oleh Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan. Zulkifli menilai, harga jual kayu jabon bernilai tinggi sehingga cocok untuk investasi masyarakat.

"Satu kubik pohon jabon sekarang harganya Rp 1,6 juta, kalau harga beberapa tahun lagi, pasti lebih mahal," kata Zulkifli akhir pekan lalu.

Zulkifli mengatakan panen jabon bisa dipetik dalam waktu hanya 6-7 tahun paling lama. Selain buat investasi, menanam jabon juga bisa menjadi saran mensukseskan program menanam 1 miliar pohon.

"Pohon jabon ini pionir, dimana-mana banyak terutama di Sulawesi, sebagai tanaman endemik," kata Zulkifli.

Sementara itu Pemimpin Pelaksana Balai Pemeliharaan Tanaman Hutan Jawa Madura Acad Sudrajat mengatakan gambaran kasar investasi pohon jabon sangat menggiurkan. 

Ia menuturkan modal bibit jabon siap tanam hanya Rp 2.000-2.500. Sementara dengan perhitungan harga satu kubik pohon jabon Rp 1,6 juta dengan setiap pohon jabon umur 6 tahun bisa diperoleh dua kubik, sudah terbayang berapa margin yang diperoleh si investor.

"Bayangkan saja keuntunganya luar biasa dari modal Rp 2.500 per pohon menjadi Rp 3 juta," kata Acad.

Hal ini pun diakui oleh Direktur Pembibitan Kementerian Kehutanan Bejo Santoso, menurutnya setiap kali panen dalam satu hektar bisa diperoleh perputaran uang hingga Rp 500 juta. Tawaran investasi jabon, kini menurutnya sudah menjadi primadona baru untuk investasi.

"Yang menarik, dari hasil tulisan yang ada hingga kini jabon belum ada penyakitnya. Di Jawa sudah banyak penampungnya untuk industri plywood," kata Bejo.

Acad menjelaskan dengan perhitungan jarak penanaman 3x3 meter, maka setiap hektarnya bisa ditanam 400 pohon. Ia menghitung, nilai ekonomis penanaman jabon bisa diperoleh dari penanaman pohon sedikitnya setengah hektar.

"Lahan tergantung milik sendiri, setengah hektar lumayan 200 pohon pun bisa," katanya.

Dikatakannya, pohon jabon memiliki karakteristik tumbuh baik di ketinggian 0-700 meter diatas permukaan laut. Bahkan kata dia lokasi yang baik jabon sangat tumbuh baik di kawasan lembah.

Menurutnya jabon memiliki dua jenis yaitu jabon merah dan jabon putih, dua-duanya memiliki keunggulan masing-masing. Misalnya jabon merah memiliki karakter kayu yang keras sedangkan jabon putih sebaliknya.

Untuk urusan bibit, Acad menuturkan informasi soal bibit bisa diperoleh di pusat-pusat persemaian yang dibangun kementerian kehutanan. Misalnya pusat persemaian Cimanggis, Depok yang berlokasi di Jalan Raya Bogor.

Acad menambahkan, harga bibit saat ini untuk yang sudah disertifikasi (teruji) Rp 14 juta per Kg sementara untuk yang belum bersertifikat hanya Rp 3-4 juta per Kg. Biasanya dari 1 kg bibit jabon bisa didapat 20 juta benih, namun jika sudah disemai biasanya akan efektif tumbuh hanya kurang lebih 2 juta bibit siap tanam.

Ia menghitung dari 1 Kg bibit yang mencapai 2 juta benih siap tanam, maka setidaknya bisa ditampung untuk luasan lahan 5000 hektar. Dengan perhitungan setiap satu hektar bisa ditanam 400 pohon jabon.

Soal pemasaran, menurut Acad penanaman jabon di wilayah Jawa masih menjanjikan dengan wilayah lainnya. Hal ini karena di Jawa banyak bertebaran industri-industri kayu maupun kertas.

"Sekarang di Jawa sudah banyak di Jawa Tengah, Jawa Timur. Bahkan pembeli banyak yang langsung ke kebon dari pihak pabrik maupun bandar kayu. Jabon bisa dipakai untuk bahan baku pabrik kertas, plywood, bahan pertukangan," katanya.


Sumber: (hen/qom/dtk)