Letak geografis Indonesia
adalah diantara dua benua, dan dua samudra serta terletak di sekitar garis
khatulistiwa. Letak geregrafis tersebut merupakan faktor klimatologis penyebab
banjir dan kekeringan di Indonesia. Posisi geografis ini menyebabkan Indonesia
berada pada belahan bumi dengan iklim monsoon tropis yang sangat sensitif
terhadap anomali iklim El-Nino Southern Oscillation (ENSO).
ENSO menyebabkan
terjadinya kekeringan apabila kondisi suhu permukaan laut di Pasifik Equator
bagian tengah hingga timur menghangat (El Nino). Berdasarkan analisis iklim 30
tahun terakhir menunjukkan bahwa, ada kecenderungan terbentuknya pola iklim
baru yang menyebabkan terjadinya perubahan iklim. Dampak terjadinya perubahan
iklim terhadap sektor pertanian adalah bergesernya awal musim kemarau yang
menyebabkan berubahnya pola tanam karena adanya kekeringan.
Kita mengetahui, bahwa
musim kemarau (kekeringan) di sebagian tempat mulai terjadi bulan Mei 2015.
Musim kemarau saat ini terjadi lebih awal dari pada yang diperkirakan akibatnya
dibeberapa tempat seperti di daerah Jawa Timur dan daerah lainnya petani gagal
panen, karena kekuragan pasokan air, sebagian besar cadangan irigasi juga
mengering, Selain itu juga banyak petani dan masyarakat di pedesaan kekurangan
air untuk konsumsi. Sehingga mereka terpaksa mencari air di tempat yang lebih
jauh.
Sebagian besar petani yang
terkena dampak kekeringan adalah terutama petani yang menggantungkan pasokan
air dari hujan (petani tadah hujan). Diperkirakan terdapat 3,5 juta lahan
kering tadah hujan mengalami penurunan produksi seperti beras, jagung, kedele
bahkan gagal penen. Mengingat kekeringan mulai Bulan mei di tahun ini adalah bertepatan
pada masa tanam II, sehingga banyak sawah dan ladang mengalami Puso.
Gegagalan panen ini akan
berpengaruh terhadap pemenuhan target ramalan produksi padi, jagung, kedele.
Produksi padi diramalkan mencapai 75,55 juta ton gabah kering giling, dan
diperkirakan surplus sebesar 4,70 juta ton. Namun, dengan datangnya musim
kemarau lebih awal diperkirakan target tersebut akan sulit dicapai, karena
banyaknya daerah yang mengalami Puso atau gagal panen.
Faktor penyebab kekeringan
adalah: 1) adanya penyimpangan iklim; 2) adanya gangguan keseimbangan
hidrologis; dan 3) kekeringan agronomis. Penyimpangan iklim, menyebabkan
produksi uap air dan awan di sebagian Indonesia bervariasi dari kondisi sangat
tinggi ke rendah atau sebaliknya. Ini semua menyebabkan penyimpangan iklim
terhadap kondisi normalnya. Jumlah uap air dan awan yang rendah akan berpengaruh terhadap curah
hujan, apabila curah hujan dan intensitas hujan rendah akan menyebabkan
kekeringan.
Gangguan keseimbangan
hidrologis, kekeringan juga dipengaruhi oleh adanya gangguan hidrologis
seperti: 1) terjadinya degradasi Daerah Aliran Sungai (DAS) terutama bagian
hulu mengalami alih fungsi lahan dari bervegetasi menjadi non vegetasi yang
menyebabkan terganggunya sistem peresapan air tanah;
2) kerusakan hidrologis
daerah tangkapan air bagian hulu menyebabkan waduk dan saluran irigasi terisi
sedimen, sehingga kapasitas tampung air menurun tajam; 3) rendahnya cadangan air waduk
yang disimpan pada musim penghujan akibat pendangkalan menyebabkan cadangan air
musim kemarau sangat rendah sehingga memicu terjadinya kekeringan.
Kekeringan agronomis,
terjadi sebagai akibat spikulai atau kebiasaan petani yang bersepikulasi
menanam padi pada musim kemarau dengan ketersediaan air yang tidak mencukupi
untuk mengejar peluang harga gabah yang lebih tinggi.
Kekeringan umumnya
terjadi di wilayah-wilayah sebagai berikut: 1) areal pertanian tadah hujan; 2)
daerah irigasi golongan 3; 3) daerah gadu liar; dan 4) daerah endemik
kekeringan. Dampak terjadinya kekeringan antara lain: 1) produksi tanaman
turun/rendah/puso bahkan menyebabkan tanaman mati sehingga merugikan petani; 2)
Karena produksi rendah secara riil mengalami kerugian material maupun finansial
yang besar dan bila terjadi secara luas, akan mengancam ketahanan pangan
nasional; 3) menyebabkan terganggunya hidrologis lingkungan yang berakibat
terjadinya kekurangan air pada musim kemarau.
Pengelolaan wilayah
kekeringan secara umum dibagi menjadi tiga kategori yaitu : 1) wilayah yang
sawahnya mengalami kekeringan pada lokasi yang sama, daerah tersebut umumnya
terjadi di bagian hilir daerah irigasi, daerah yang sumber irigasinya hanya
mengandalkan debit sungai (tidak terdapat waduk) dan daerah sawah tadah hujan
yang terdapat sumber air alternatif (air buangan, air tanah dangkal);
2) wilayah yang areal
sawahnya mengalami kekeringan lebih besar atau sama dengan areal yang aman
kekeringan, daerah tersebut bisa terjadi di bagian tengah/hilir daerah irigasi
dan daerah yang sumber irigasinya hanya mengandalkan debit sungai (tidak
terdapat waduk) serta tidak kesulitan mendapatkan sumber air alternatif untuk irigasi;
dan 3) wilayah dimana areal sawahnya mengalami rawan kekeringan lebih kecil
dari areal yang aman, daerah tersebut umumnya masih terdapat sumber air
alternatif untuk irigasi walaupun jumlahnya masih kurang.
Kekeringan perlu
dikelola dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut: 1) terus
meningkatnya luas sawah yang terkena kekeringan sehingga berdampak pada
penurunan produksi sampai gagal panen; 2) terjadinya kekeringan pada tahun yang
sama saat terjadi anomali iklim maupun kondisi iklim normal;
3) periode ulang
anomali iklim cenderung acak sehingga sulit untuk dilakukan adaptasi; 4)
kekeringan berulang pada tahun yang sama di lokasi yang sama; 5) dampak anomali
iklim bervariasi antara wilayah; 6) kekeringan hanya dapat diturunkan
besarannya dan tidak dapat dihilangkan. Dengan pertimbangan tersebut sehingga
diperlukan pengelolaan terencana dengan semua pemangku kepentingan.
Untuk mengatasi
kekeringan perlu adanya langkah dan strategis dan dukungan kebijakan
pemerintah, baik dalam mengatasi masalah jangka pedek dan masalah jangka
panjang. Langkah kongkrit yang dapat dilakukan oleh semua pihak terutama
pemerintah antara lain: 1) gerakan masyarakat melalui penyuluhan; 2)
membangun/rehabilitasi/ pemeliharaan jaringan irigasi; 3) membangun/rehabilitasi/pemeliharaan
konservasi lahan dan air; 4) memberikan bantuan sarana produksi (benih dan
pupuk, pompa spesifik lokasi); 5) mengembangkan budidaya hemat air dan input
(menggunakan metode SRI/PTT).
Selanjutnya untuk
mengatasi penyebab klimatologis perlu melakukan; 1) penyebaran informasi
prakiraan iklim lebih akurat; 2) membuat kalender tanam; 3) menerapkan dan
memperhatikan peta rawan kekeringan yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian
melalui data interpretasi.
TUJUAN
1. Memantau kekeringan yang berdampak pada lahan
pertanian;
2. Mendata kerusakan yang diakibatkan oleh kekeringan;
3. Penyambung suara petani atau korban kekeringan;
4. Mengawasi kebijakan penanggulangan kekeringan yang
dilakukan pemerintah.
PELAKSANA
KEGIATAN
v Serikat
Petani Indonesia (SPI)
v Aliansi
Petani Indonesia (API)
v Ikatan
Senat Mahasiswa Pertanian Indonesia (ISMPI)
v Perhimpunan
Organisasi Profesi Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian Indonesia (POPMASEPI)
v Himpunan
Mahasiswa Perlindungan Tanaman Indonesia (HMPTI)
Kerangka Acuan dan Kuisioner dapat di unduh disini
Surat Seruan dari BPP dapat di unduh disini